Kamis, 13 Juni 2013

Patofisiologi Retinopati Diabetik


A. Retinopati diabetik
2.1.6.1  Defenisi dan patogenesis
Retinopati diabetes adalah kelainan pada retina yang bukan disebabkan oleh proses radang. Retinopati diabetes adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus.  Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.
Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis dan berperan dalam patogenesis retinopati pada pasien diabetes melitus:
1.      Akumulasi sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi sorbitol sebagai hasil reaksi dari aktivasi jalur poliol terjadi akibat peningkatan enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemia kronis. Sorbitol, merupakan senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membran basalis sehingga tertimbun dalam jumlah banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol dalam jumlah banyak dalam sel. Pembengkakan sel ini terjadi melalui proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk memodulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi saraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
2.      Pembentukan protein kinase C (PKC).
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetik, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraselular termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivitas endotelin 1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.
3.      Pembentukan AGE
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek AGE saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular. Sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkkan resiko terjadinya oklusi vaskular retina. AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadar 10 45 kali lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.
4.      Pembentukan reactive oxygen species (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen peroksidase (H2O2), superosidase (O2). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.