A. Retinopati diabetik
2.1.6.1
Defenisi dan patogenesis
Retinopati diabetes adalah kelainan pada
retina yang bukan disebabkan oleh proses radang. Retinopati diabetes adalah
suatu mikroangiopati progresif yang ditandai dengan kerusakan dan sumbatan
pembuluh-pembuluh darah halus. Kelainan patologik yang
paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah
perisit.
Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada
hiperglikemia kronis dan berperan dalam patogenesis retinopati pada pasien
diabetes melitus:
1. Akumulasi
sorbitol
Produksi
berlebihan serta akumulasi sorbitol sebagai hasil reaksi dari aktivasi jalur
poliol terjadi akibat peningkatan enzim aldose reduktase yang terdapat pada
jaringan saraf, retina lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat
hiperglikemia kronis. Sorbitol, merupakan senyawa gula dan alkohol yang tidak
dapat melewati membran basalis sehingga tertimbun dalam jumlah banyak dalam
sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol dalam jumlah banyak dalam
sel. Pembengkakan sel ini terjadi melalui proses osmotik.
Selain
itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan
uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis
fosfatidilinositol untuk memodulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi
saraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi
saraf.
2. Pembentukan
protein kinase C (PKC).
Dalam
kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang
merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh
terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi.
Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetik, dengan
mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan
permeabilitas vaskular menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga
viskositas darah intravaskular meningkat disertai peningkatan agregasi
trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain
itu, sintesis growth factor
menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks
ekstraselular termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya terjadi penebalan
dinding vaskular, ditambah dengan aktivitas endotelin 1 yang merupakan
vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses
tersebut terjadi bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi
vaskular retina.
3. Pembentukan
AGE
Glukosa
mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses
tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek AGE saling
sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular.
Sintesis growth factor, aktivasi
endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses
tersebut tentunya akan meningkatkkan resiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.
Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadar 10 – 45 kali lebih tinggi pada
DM daripada non DM
dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka
meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, akumulasi ini lebih cepat pada
intrasel daripada ekstrasel.
4. Pembentukan
reactive oxygen species (ROS)
ROS
dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan
hidrogen peroksidase (H2O2), superosidase (O2).
Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi
AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang
menambah kerusakan sel.